Laba ARNA Tertekan Biaya Gas, Penjualan Naik Dua Digit

Selasa, 04 November 2025 | 10:27:17 WIB
Laba ARNA Tertekan Biaya Gas, Penjualan Naik Dua Digit

JAKARTA - Performa keuangan PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA) pada sembilan bulan pertama tahun 2025 menunjukkan dua sisi yang kontras. 

Di satu sisi, produsen keramik ternama ini berhasil mencatatkan kenaikan penjualan bersih hingga dua digit, menandakan permintaan pasar yang tetap kuat. Namun di sisi lain, kenaikan biaya gas industri yang signifikan menekan margin laba dan memangkas keuntungan bersih perusahaan.

Berdasarkan laporan keuangan, penjualan neto ARNA meningkat 13,02% year on year (yoy) dari Rp 1,92 triliun menjadi Rp 2,17 triliun hingga kuartal III-2025. Namun, kenaikan pendapatan tersebut tidak berbanding lurus dengan laba yang dihasilkan, lantaran beban pokok penjualan melonjak 19,84% (yoy) menjadi Rp 1,51 triliun.

Akibatnya, laba kotor ARNA turun tipis 0,10% (yoy) dari Rp 660,37 miliar menjadi Rp 659,66 miliar. Di sisi bawah laporan laba rugi, perusahaan hanya mampu membukukan laba bersih Rp 302,10 miliar, turun 4,34% dibanding periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 315,83 miliar.

Kenaikan Volume dan Harga Dorong Penjualan

Meski laba menurun, kinerja penjualan ARNA sebenarnya menunjukkan fundamental yang sehat. Chief Financial Officer (CFO) ARNA, Rudy Sujanto, menjelaskan bahwa ada dua faktor utama yang mendorong peningkatan pendapatan tahun ini.

Pertama, volume produksi dan penjualan keramik meningkat masing-masing sekitar 7% dan 5% (yoy), dengan selling out ratio yang berhasil melampaui 100%. Kedua, harga jual rata-rata (Average Selling Price/ASP) juga naik sekitar 8% (yoy).

“Harga jual rata-rata naik karena inovasi produk. ASP kuartal kedua dan kuartal ketiga stabil, COGS (Cost of Goods Sold) juga stabil,” ujar Rudy.

Kombinasi antara kenaikan volume dan ASP ini menegaskan bahwa ARNA masih berhasil menjaga daya tarik produknya di pasar domestik. Strategi inovasi produk yang dilakukan perusahaan, seperti peluncuran motif dan desain baru, terbukti efektif mempertahankan permintaan meskipun kondisi ekonomi global belum sepenuhnya pulih.

Biaya Gas Jadi Penghambat Laba

Namun, keberhasilan menjaga penjualan tersebut tidak sepenuhnya terkonversi menjadi keuntungan bersih. Rudy mengungkapkan bahwa kenaikan biaya gas menjadi penyebab utama tergerusnya laba ARNA sepanjang 2025.

“Kenaikan beban ini terutama karena biaya gas, yang selama periode sembilan bulan melonjak sekitar Rp 104 miliar,” terang Rudy.

Dalam laporan keuangan, total beban produksi ARNA naik 23,52% (yoy) menjadi Rp 1,47 triliun. Komponen terbesar berasal dari beban pabrikasi, yang mencakup biaya gas, dengan kenaikan 26,17% (yoy) dari Rp 750,87 miliar menjadi Rp 947,38 miliar.

Kondisi ini membuat margin laba perusahaan menipis, meskipun secara operasional ARNA masih mencatat pertumbuhan penjualan. Rudy memperkirakan tekanan biaya gas masih akan menjadi tantangan hingga akhir tahun. Jika kebijakan Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) tidak berubah dari kuartal ketiga, maka laba bersih ARNA berpotensi turun tipis dibanding tahun 2024.

Meski begitu, Rudy menegaskan fundamental bisnis ARNA tetap sehat. Volume penjualan hingga akhir 2025 diproyeksikan masih bisa tumbuh sekitar 4%, sementara penjualan bersih diperkirakan meningkat sekitar 11% secara tahunan.
“Volume penjualan keramik Arwana untuk triwulan keempat diproyeksikan sama dengan triwulan ketiga,” tambahnya optimistis.

Ekspansi Pabrik dan Investasi Jangka Panjang

Di tengah tekanan biaya energi, ARNA tetap konsisten menjalankan strategi ekspansi dan modernisasi pabrik sebagai bagian dari rencana pertumbuhan jangka panjang. Hingga akhir kuartal III-2025, perusahaan telah merealisasikan belanja modal (capital expenditure/capex) sekitar Rp 180 miliar, atau 90% dari total anggaran capex tahun ini yang sebesar Rp 200 miliar.

Dana tersebut digunakan untuk pembangunan Plant 4D di Palembang, yang akan menambah kapasitas produksi keramik jenis porcelain, sekaligus meningkatkan efisiensi energi. Selain itu, sebagian capex dialokasikan untuk intensifikasi keramik body merah serta automasi mesin produksi guna menekan biaya operasional dan meningkatkan produktivitas.

“Semua proyek-proyek yang sedang dalam proses realisasi ini dipersiapkan untuk pertumbuhan tahun 2026,” tandas Rudy.

Strategi ekspansi tersebut mencerminkan upaya ARNA untuk menjaga pertumbuhan berkelanjutan di tengah fluktuasi biaya produksi. Dengan pengembangan fasilitas baru dan peningkatan efisiensi, perusahaan berharap dapat mengurangi ketergantungan pada biaya energi yang bergejolak, khususnya gas.

Outlook Tetap Positif, Tantangan Energi Masih Membayangi

Meski tekanan biaya gas masih menjadi risiko utama, prospek bisnis ARNA hingga akhir 2025 dipandang tetap positif. Permintaan terhadap produk keramik diperkirakan tetap stabil, sejalan dengan peningkatan aktivitas sektor properti dan pembangunan infrastruktur di dalam negeri.

Selain itu, strategi inovasi produk, efisiensi produksi, serta ekspansi kapasitas menjadi fondasi penting bagi ARNA dalam menjaga pertumbuhan jangka panjang. Dengan performa penjualan yang terus meningkat dan posisi keuangan yang relatif kuat, perusahaan masih memiliki ruang untuk mempertahankan profitabilitas di tengah dinamika biaya energi.

Ke depan, keberlanjutan kinerja ARNA akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah terkait tarif gas industri. Jika terdapat penyesuaian harga yang lebih kompetitif, peluang peningkatan margin laba akan semakin terbuka.

Terkini