Investasi

3 Warning Besar di Balik Euforia Investasi AI 2025

3 Warning Besar di Balik Euforia Investasi AI 2025
3 Warning Besar di Balik Euforia Investasi AI 2025

JAKARTA - Euforia investasi Kecerdasan Buatan (AI) telah mengangkat pasar saham global ke level tertinggi, dengan Nvidia menembus valuasi US$5 triliun, namun di balik sorotan tersebut, terdapat tiga peringatan besar yang patut diwaspadai investor. 

Kombinasi faktor makro, taruhan pasar oleh investor legendaris, dan risiko demografis berpotensi menciptakan “badai sempurna” yang bisa mengguncang pasar secara global, termasuk Indonesia.

Buffett Indicator Menunjukkan Risiko Gelembung Ekstrem

Peringatan pertama datang dari Buffett Indicator, rasio total kapitalisasi pasar saham terhadap PDB. Per November 2025, indikator ini menembus 223%, jauh melebihi puncak gelembung dot-com tahun 2000 (138%) dan pasca-COVID 2021 (193%).

Menurut catatan, level ini sudah melewati dua kali simpangan baku dari rata-rata historis (μ+2 std dev), yang secara statistik biasanya diikuti oleh koreksi tajam atau “siklus berdarah”.

“Pasar saham telah sepenuhnya terlepas dari fundamental ekonomi riil. Euforia AI mendorong investor membeli potensi keuntungan 10 tahun ke depan dalam 18–24 bulan. Dalam kondisi ini, tidak ada lagi ruang untuk kesalahan—baik itu inflasi, perlambatan AI, atau risiko geopolitik,” tulis analis pasar.

Michael Burry dan Potensi Cacat Struktural AI

Peringatan kedua muncul dari Michael Burry, investor yang dikenal lewat “The Big Short” 2008. Burry dikabarkan mengambil posisi short pada Nvidia dan Palantir melalui skema put option, menyoroti risiko “circular financing” dalam pendanaan AI.

Dalam praktiknya:

Investasi Menjadi Pendapatan: Investor besar menanam miliaran dolar di startup AI, yang kemudian membelanjakan dana itu pada layanan cloud perusahaan investor. Contoh: Microsoft menanam $13 miliar di OpenAI, yang berkomitmen membelanjakan $250 miliar untuk layanan Azure.

Mendanai Pelanggan Sendiri: Nvidia juga berinvestasi kembali ke startup yang membeli GPU mereka, menciptakan efek sirkular.

Burry menilai permintaan yang menggelembungkan pendapatan Nvidia bukan organik, melainkan ilusi yang diciptakan oleh pendanaan sirkular yang rapuh.

Perbedaan strategi Burry 2025 dibanding 2008:

2008: bertaruh melawan utang, risiko tidak dibayar.

2025: bertaruh melawan ekuitas, risiko terbatas pada premi put option dan dijamin oleh lembaga kliring (OCC).

Burry mempertaruhkan US$1,1 miliar pada Palantir (US$912,1 juta) dan Nvidia (US$186,58 juta), menandakan keyakinannya atas potensi risiko pasar.

Risiko Sistemik Demografis: The Great Decumulation

Ancaman ketiga adalah faktor demografi. Gelombang pensiun terbesar (Baby Boomers) sedang terjadi, dengan 10.000–13.000 orang AS mencapai usia 65 setiap hari. Pada 2025, 4,2 juta orang pensiun, memulai fase “The Great Decumulation”—dari menabung menjadi menarik dana untuk biaya hidup.

Dana pensiun ini dikelola institusi raksasa seperti BlackRock dengan AUM US$13,4 triliun, di mana 54% adalah dana pensiun.

Potensi skenario:

Pemicu: Gelembung AI pecah, pasar saham jatuh.

Krisis Uang Tunai: Dana pensiun harus membayar pensiunan sekaligus menutup margin call dari strategi Liability-Driven Investing (LDI) yang menggunakan leverage.

Penjualan Paksa: Untuk mendapatkan likuiditas, terjadi fire sale saham dan obligasi di pasar yang jatuh.

Lingkaran Setan: Penjualan menekan pasar lebih rendah, memicu margin call lebih banyak, dan memaksa penjualan tambahan.

Dampak Bagi Indonesia

Meskipun berada jauh dari AS, Indonesia tidak kebal. Preseden krisis 2008 membuktikan IHSG jatuh ~51%, menandakan penularan global nyata.

Saluran dampak:

Capital Outflow: Investor global menjual aset berisiko seperti saham Indonesia untuk mengamankan dolar AS, menekan IHSG dan Rupiah.

Korelasi Sektoral: Saham teknologi Indonesia tertekan akibat penurunan sentimen global.

Sektor Riil: Harga komoditas seperti CPO, batu bara, dan nikel jatuh, menekan pendapatan negara dan ekonomi riil.

Kombinasi Buffett Indicator, taruhan Burry terhadap struktur AI, dan tekanan demografis menciptakan fondasi pasar yang rapuh.

Pesan untuk investor Indonesia: ketika Amerika bersin, Indonesia bisa terkena badai. Euforia AI saat ini mengandung risiko ekstrem, dan siapa pun yang mengabaikannya berpotensi terseret oleh volatilitas global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index